Tuesday, July 31, 2007

Football Manager 2008

Football Manager 2008 Hadir Sebelum Akhir Tahun

Versi terbaru game strategi sepakbola populer yang dikembangkan Sports Interactive, Football Manager (FM) 2008 untuk komputer dan Apple Macintosh, rencananya akan diluncurkan sebelum Natal 2007 mendatang.

"Dengan lusinan fitur baru, kami menunggu bagaimana reaksi para penggemar yang akan memainkannya nanti," ungkap Miles Jacobson, Studio Director dari Sports Interactive.

Seperti dikutip detikINET dari Softpedia, Senin (31/7/2007), fitur-fitur baru untuk Football Manager 2008 ini di antaranya:

Alur Pertandingan -- Alur pertandingan menghadirkan atmosfer baru seperti jalannya pertandingan tak akan terhenti meskipun kita membuat perubahan taktik. Sebuah radar mungil akan muncul agar kita tetap mengetahui jalannya pertandingan jika bermaksud mengubah taktik.

Manajemen Sepakbola Internasional -- Gameplay untuk manajemen sepakbola internasional berubah total seperti adanya pensiun pemain dari tim nasional, interaksi antar pemain, seleksi kapten tim dan moral pemain di timnas dan klub tidak bercampur aduk.

Kepercayaan (Confidence) -- Para pemain kini bisa dengan mudah berbicara untuk menanggapi pertanyaan suporter atau para petinggi klub tentang performa permainan ataupun manajemen keuangan mereka.

Pusat Transfer (Transfer Centre) -- Fitur yang menyajikan cara baru dalam mengatur seluruh transfer yang sedang berlangsung dan tawaran gaji. Hal ini memudahkan untuk membandingkan semua tawaran transfer pemain sebagai pertimbangan untuk menolak atau menerimanya.

Perkembangan Mesin Game -- Mesin game dikembangkan secara drastis termasuk kemampuan mengetahui karakter seorang pemain sebelum musim dimulai agar performanya dikembangkan secara tepat.

Perkembangan Penghargaan -- Sistem penghargaan atau pemberian piala lebih akurat. Juga ditambahkan penghargaan baru seperti sepatu emas Eropa dan fitur 'best eleven' yang mencantumkan para pemain terbaik sepanjang masa baik dari tim nasional maupun klub.

Hari Suporter (Fan Days) -- Pemimpin klub bisa menyusun sebuah hari untuk para fans demi meningkatkan jumlah penonton dengan efek jangka panjang.

Pengembangan Fitur Media -- Lebih banyak laporan berita dari media massa termasuk laporan hangat tentang apa yang sedang terjadi pada musim kompetisi.

Perkembangan Foto Pemain -- Foto para pemain dari masa muda sampai dewasa bisa berubah sesuai perkembangan waktu dalam game.(wsh/wsh)

Fino Yurio Kristo - detikINET

Read More......

Monday, July 30, 2007

Ketidak adilan dan Kearogansiankah?

Hari ini waktu ku buka – buka blog ku, aku menemukan sebuah komen yang panjang lebar pada artikel Reformasi Depkeu, sayang nggak tertulis dari siapa pengirimnya. Ada satu hal menarik yang ingin saya bahas dari tanggapan teman ini.

Pertama mengenai tulisan yang mencuplik ketidak adilan dari pendapat DPD yang menilai kebijakan Depkeu juga tak sejalan dengan roh yang ada pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian, selain juga diskriminatif terhadap pegawai dari departemen lain. ”Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan, setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Pada ayat (2), “Gaji yang diterima PNS harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan”. Lalu disebutkan pula pada ayat (3), “Gaji pegawai negeri yang adil dan layak harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.

Nah, apakah yang dimaksud adil disini semua harus sama rata, pinter goblok sama aja? Kita mungkin akan paham bahwa pengertian adil yang lebih luas tidaklah seperti itu. Juga disebutkan dalam UU itu juga ”sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.” Itulah yang di coba akan diterapkan dalam sistem penggajian birokrat kita. Dalam Depkeu sendiri sebagai pilot project, telah dan akan disempurnakan model job grading remunerasinya. Jabatan – jabatan eselon, walaupun dalam tingkat yang sama akan di grade dan dihitung tunjangannya berdasarkan analisis beban kerjanya. Demikian juga hingga level pelaksana, mereka diberi tanggung jawab sendiri, yang diberi nama jabatan dalam pelaksana yang juga bertingkat grade nya berdasarkan analisis beban kerja yang dilakukannya.

Kemudian sorotan mengenai membengkaknya struktur Depkeu, itu lebih sebagai pemfokuskan kerja. Terlebih lagi pembentukan Direktorat – Direktorat baru tidak terus menyerap pegawai – pegawai baru yang banyak. Yang terjadi hanya mengalokasikan pegawai dari unit instansi satu ke yang lainnya. Tentang tidak mengetahuinya kementrian lain, karena mereka memang tidak terlibat, sedangkan untuk Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Yang mengurusi seluruh PNS sudah dilibatkan, dan sudah menyetujuinya.

Sebab, tantangan, dan hambatan untuk melakukan reformasi birokrasi di Departemen Keuangan tentunya lebih berat daripada di departemen lain. Alasannya, hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dibuat Departemen Keuangan. Menyebut empat contoh saja yang strategis, departemen inilah yang mengurus perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan utang, pencairan anggaran Departemen lain, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Walaupun akhirnya hal ini akan menimbulkan arogansi, tapi jangan menyalahkan arogansinya disini, tapi bagaimana membenahi agar tugas yang diamanatkan sesuai UU ini dapat di laksanakan dengan baik tanpa lagi menimbulkan KKN yang telah melekat dari jaman dahulu.

Alasan lain, Departemen Keuangan memiliki kantor vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia yang memberikan pelayanan langsung kepada publik. Jumlah pegawainya cukup besar, sekitar 62 ribu orang.

Jadi, jika reformasi birokrasi berhasil dilakukan di Departemen Keuangan, tidak ada alasan reformasi birokrasi tidak dapat dilakukan dengan sukses di departemen lain.

Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan itu dikerjakan selama 17 bulan. Dalam bahasa Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang dilakukan adalah perubahan fundamental dari Departemen Keuangan yang dulu sangat tertutup menjadi terbuka. Tujuannya, ada dua. Pertama, menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab. Kedua, menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang prima.

Singkatnya, perubahan fundamental, ke dalam membereskan dapur, ke luar menumbuhkan kepercayaan publik.

Sekarang check and balance:
Misalnya, untuk memberikan pelayanan yang prima kepada publik di bidang perpajakan, kini telah dibentuk tiga Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, 28 Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan 171 Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Sedangkan di bidang perbendaharaan, kini sudah siap 17 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara percontohan untuk layanan prima. Yang juga mencolok ialah reformasi yang dilakukan di lingkungan Bea dan Cukai di Tanjung Priok sebagai Kantor Pelayanan Utama.Sekarang juga akan dikembangkan sistem Treasury Single Account untuk meminimalisir rekening - rekening liar yang sangat menjadi sorotan publik.

Namun contoh paling spektakuler adalah dikeluarkannya 6.475 standard operating procedures (SOP), yang mengatur dengan rinci mekanisme pelayanan, lama pelayanan, serta berapa biaya pelayanan. Contohnya, pelayanan penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D) untuk kebutuhan belanja instansi instansi pemerintah, dijanjikan paling lambat satu jam setelah dokumen diterima lengkap. Serta tidak ada biaya.

Contoh lain, pelayanan segera (rush handling) untuk impor, dijanjikan selesai 120 menit setelah dokumen diterima lengkap. Biaya pelayanan Rp100 ribu per transaksi jelas. Contoh lain lagi, untuk mendapatkan NPWP selesai satu hari, dan tidak dipungut biaya.

Dengan terbitnya SOP itu, publik menjadi tahu dengan jelas dan gamblang berapa lama pelayanan diberikan, dan berapa biaya yang diperlukan. Birokrasi yang berbelit-belit dipangkas habis, dan juga sogok menyogok di bawah meja dibersihkan. Dibentuk tim – tim kode etik tiap instansi untuk mengawasi jalannya reformasi ini.

Tapi semua itu hanya omong kosong jika gaji pegawai Departemen Keuangan tidak diperbaiki. Di sinilah Menteri Keuangan harus dipuji, karena reformasi birokrasi yang dilakukannya bersifat menyeluruh dan detail. Reformasi remunerasi juga dilakukan dengan basis kinerja, sehingga kini terdapat 27 grade, dengan rentang tunjangan terendah Rp1.330.000 (grade 27) dan tertinggi Rp46.950.000 (grade 1). Remunerasi yang cukup kompetitif diperlukan untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan. Sorotan yang mau tidak mau telah mengarah ke Depkeu sekarang ini, mau tidak mau ikut menjadi pengawal reformasi birokrasi yang dilakukan Departemen Keuangan.

Read More......

Tuesday, July 17, 2007

BLU akankah menjadi solusi?

Hasil temuan BPK untuk tahun 2007 ini masih mengindikasikan banyak lembaga negara, Departemen, dan juga Universitas - Universitas terindikasi belum menyetorkan PNBP nya. Alasan yang dikemukakan adalah dana - dana PNBP itu digunakan terlebih dahulu selagi menunggu cairnya anggaran APBN dalam suatu kegiatan.Tapi ternyata BPK tidak mau tahu walaupun pengeluaran PNBP yang dilakukan Lembaga ada catatannya. Mereka menganggap hal itu salah menurut hukum. Maka dari itu,terkesan banyak PNBP yang diposkan sementara dalam rekening - rekening "liar" telah divonis merugikan negara. Demikian juga yang terjadi dalam dunia kampus.
Menurut ketua BPK Anwar Nasution dari hasil pemeriksaan semester II 2006 menyatakan:
“Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Hasanuddin Makassar, dan Universitas Sumatera Utara masih menahan PNBP senilai Rp 242,65 miliar. Hal tersebut menimbulkan kontroversi karena pihak universitas terpaksa menahan uang tersebut agar dapat membiayai operasional perkuliahan dan kegiatan mahasiswa di kampusnya.”

Untuk menyikapi hal itu, Menteri Keuangan sadar kesulitan yang dihadapi satker - satker dalam hal kebutuhan dana mendesak. Beliau mengatakan:“Semuanya adalah aturan manusia yang masih bisa diubah. Daripada membuat para rektor itu terus berbohong, lebih baik dicarikan cara agar mereka dapat menggunakan dana PNBP tanpa harus terhambat oleh apa pun,”Beliau juga menyarankan sebuah Departemen, Lembaga,dan Universitas memiliki Badan Usaha. Lebih bagus lagi bila memiliki Badan Layanan Umum yang telah memiliki payung hukum yang jelas.

Namun muncul dilema bahwa adanya BLU akan menyebabkan komersialisasi di berbagai sektor dan bidang.Upaya mewiraswastakan pemerintah tersebut dapat diketahui melalui pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) sesuai pasal 68 dan 69 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa BLU adalah "Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas." Walaupun BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan, akan tetapi letak enterprising-nya dapat dilihat pada pasal 69 ayat (6) bahwa pendapatan BLU dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU yang bersangkutan. Pendapatan yang dimaksud itu dapat diperoleh dari hibah, sumbangan, atau sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan.

Sebagaimana amanat pasal 69 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa BLU akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah, pada tanggal 13 Juni 2005 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. Peraturan tersebut mengatur lebih rinci mengenai tujuan, asas, persyaratan, penetapan, pencabutan, standar layanan, tarif layanan, pengelolaan keuangan, dan tata kelola BLU.

Indulgensia

Max Weber menyatakan bahwa pemerintah memiliki dua tinjauan peranan penting. Pemerintah mempunyai fungsi sebagai regulator dan administrator jika ditinjau dari mechanic view. Jika ditinjau dari organic view pemerintah juga berfungsi sebagai public service agency dan investor yang harus dinamis. Idealnya kedua tinjauan itu dapat terlaksana secara simultan.

Namun rupanya untuk mencapai kondisi ideal tersebut di Indonesia bagaikan menegakkan benang basah. Masyarakat sudah terlanjur memiliki persepsi bahwa pemerintah merupakan organisasi birokratis, tidak efisien, tidak efektif, dan lambat. Pada kenyataannya masyarakat memang sering dihadapkan pada birokrasi komplek pemerintah. Bahkan birokrasi komplek tersebut pada beberapa instansi telah melahirkan mata pencaharian baru, yaitu sebagai calo. Praktek percaloan ini tak jauh beda dengan praktek suap menyuap, kolusi, korupsi, dan extraordinary crime lainnya.

Dalam penjelasan PP 23 tahun 2005 dijelaskan bahwa pembentukan BLU diharapkan menjadi contoh konkrit penerapan manajemen keuangan berbasis kinerja sehingga mampu menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Hal ini sebenarnya pemerintah secara tidak langsung mengakui adanya persepsi masyarakat tersebut. Dengan dibentuknya BLU, pemerintah mengakui tidak bisa menjalankan perannya sebagai mecanic view dan organic view secara simultan. Jadi PP 23 tahun 2005 tak ubahnya seperti surat indulgensia, surat pengakuan dosa, dari pemerintah kepada rakyatnya.

Rencana Dosa

Rakyat mungkin akan memaafkan pengakuan dosa-dosa pemerintah itu. Namun apa jadinya jika BLU dimanfaatkan untuk merencanakan dosa-dosa lain yang justru menjadi legal karena keberadaan BLU yang diakui pemerintah. Pada kesempatan kali ini setidaknya penulis menemukan tiga rencana dosa dalam kaitan keberadaan BLU.

Pertama, pola pengelolaan kas BLU sebenarnya menghambat proses pembentukan Treasury Single Account sebagai mana diamanatkan UU Perbendaharaan Negara. Sesuai dengan pasal 16 PP 23 tahun 2005 BLU menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengelolaan kas. Kegiatan itu antara lain: "merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan, menyimpan kan dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutp defisit jangka pendek, dan memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan." Aturan ini menjadi kelihatan tidak beres setelah dibandingkan dengan pasal 12 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2) UU Perbendaharaan Negara. Ketentuan perbendaharaan negara menyebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara/daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

Permasalahan ini mungkin saja diperdebatkan, karena BLU membuat rencana kerja dan anggaran dalam menyelenggarakan kegiatannya. Namun juga harus diketahui bahwa rencana kerja dan anggaran merupakan fungsi planning dalam manajemen yang pada kenyataannya bisa menimbulkan varians. Demikian juga dengan BLU yang diberi kewenangan untuk memperoleh pendapatan selain dari APBN/APBD yaitu sehubungan dengan jasa layanan, hibah dan sumbangan. Dengan kondisi tersebut, penulis kira BLU tidak mungkin menjalankan anggaran secara mutlak, atau bisa dikatakan hampir pasti terjadi varians antara anggaran dengan realisasi kerja BLU. Lantas bagaimana jika varians yang terjadi bukan bagian dari fungsi planning? Kondisi ini yang dikhawatirkan penulis akan menjadi dana non budgeter atau dana taktis. Suryohadi Djulianto, penasehat KPK, dengan tegas menyatakan bahwa apapun alasannya perbuatan menghimpun dana non budgeter adalah perbuatan melawan hukum. Demikian juga BLU yang menghimpun dana di luar APBN dan APBD serta tidak mencantumkan dalam rencana kerja telah melanggar UU Perbendaharaan Negara.[1]

Kedua, BLU dapat menggunakan surplus anggarannya untuk kepentingan BLU tersebut. Hal ini dengan gamblang disebutkan dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005
yaitu “Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU”. Jika dibandingkan dengan pasal 3 UU Keuangan Negara, maka aturan mengenai surplus BLU tersebut telah menganakemaskan BLU sehingga tidak tercermin adanya keadilan.

Pasal 3 ayat (7) UU Keuangan Negara menyebutkan bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya”. Selanjutnya pada ayat berikutnya dijelaskan “Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus angaran ini menunjukkan bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan Perusahaan Negara/Daerah.

Ketiga, keberadaan BLU sebagai bukan subjek pajak telah melanggar Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Pada pasal 14 PP 23 tahun 2005 dijelaskan bahwa pendapatan BLU dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak kementrian/lembaga atau pendapatan negara bukan pajak pemerintah daerah. Beberapa penggagas BLU juga menyatakan bahwa BLU dibebaskan dari kewajiban membayar PPh Badan atas sisa anggaran atau hasil usaha/nilai tambah karena BLU bukan subjek pajak.

Apabila keberadaan BLU memang demikian adanya, maka telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 2 UU PPh. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa subjek pajak adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap. Selanjutnya terminologi badan jelaskan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
PPh merupakan pajak subjektif sehingga yang diperhatikan terlebih dahulu adalah kewajiban subjektifnya. Sebagaiman dijelaskan diatas bahwa badan merupakan salah satu subjek pajak, maka seharusnya BLU juga merupakan subjek pajak. Apabila BLU dikatakan bukan subjek pajak maka hal ini perlu dikonfrontir dengan pasal 3 UU PPh. Pada akhirnya juga diketahui bahwa BLU tidak termasuk golongan yang dikecualikan dari subjek pajak. Jadi berdasarkan aturan PPh BLU secara mutlak adalah subjek pajak.

Dalam Reformasi Depkeu diusulkan bahwa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) akan berubah menjadi BLU. Di satu sisi model BLU masih sering diperdebatkan dan masih banyak yang menentangnya. Tapi disi lain mungkin hal ini akan dapat meningkatkan kinerja dari instansi terkait. Semoga STAN yang nantinya benar - benar menjadi BLU dapat menjadi BLU yang baik dengan meningkatkan pelayanan kepada mahasiswanya yang saat sekarang ini masih terkesan asal - asalan. Semoga STAN bukan termasuk instansi yang memanfaatkan kesalahan untuk berbuat salah.

Sumber: Civitas Stan @ Wirawan Purwa Y

Read More......

Tuesday, July 10, 2007

Reformasi Depkeu

Perubahan Radikal itulah kira – kira yang didengungkan oleh Departemen Keuangan sebagai salah satu instansi ujung tombak negara ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ”sudah saatnya Depkeu untuk berubah radikal sebagai pilot project perubahan pada instansi lainnya. Di Depkeu dalam satu tahun ini, terjadi perubahan yang radikal dan signifikan. Tujuannya adalah agar terbentuk aparat yang profesional.

Setelah dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.01/2007 dan 290/KMK.01/2007 yang mengatur reformasi birokrasi termasuk juga besaran kenaikan tunjangan pegawai Depkeu, ternyata menimbulkan kesan bahwa harga sebuah reformasi pada Departemen Keuangan sangat mahal. Bila melihat kenaikan anggaran yang digunakan mencapai 4,3 Trilyun mungkin akan sangat terlihat wah. Saya yakin pasti Departemen yang lain akan merasa tidak terima dan mengajukan keinginan yang sama.

Sebenarnya itu manusiawi, sebagai seorang yang sama – sama PNS kok terjadi pembedaan sih?? Kalau saya ya kebetulan ikut senang sih, he..he...Tapi sebagai bagian dari korps keuangan saya merasa kalau Departemen kami layak kok dapat kenaikan tunjangan ini, ( sombong ya........maaf). Saya cuman berpikir bahwa benar telah terjadi perubahan yang kami rasakan sebagai keluarga Depkeu. Walaupun perubahan di tiap direktorat jendral berbeda – beda ya. Dengan reformasi ini, mungkin jajaran para Dirjen ingin memberikan garansi dan keyakinan pada masyarakat sampai – sampi ibu menteri pernah mengatakan reformasi ini taruhannya adalah jabatannya. Mereka memastikan bahwa masyarakat umum diperbolehkan untuk bisa memantau keberhasilan aplikasi reformasi ini.

Reformasi yang telah 10 tahun berjalan, saya nilai masih kurang greget. Reformasi yang saat ini berjalan masih hanya menyentuh masalah ”Demokrasi”. Kran Demokrasi sudah terbuka, pemilihan pemimpin negara telah sangat – sangat demokratis. Masyarakat semakin cerdas, kritik mengkritik sekarang adalah hal biasa. Kedua, setelah kran demokrasi sebuah negara harus melakukan reformasi birokrasinya. Kenapa yang kedua?? Karena jika birokrasi berubah maka pasti tingkat kepercayaan masyarakat meningkat dan jalannya pemerintahan akan menjadi baik. Birokrasi yang sekarang tentunya sobat – sobat tahu semua kan? Ha.. ha. saya juga sampai malu kalau mengaku sebagai PNS. Tapi bersyukur setelah Departemen Keuangan dipimpin oleh menteri baru yang kecerdasannya tak diragukan lagi, he.. he. Ibu Sri Mulyani yang seorang akademisi dari UI membawa cita – cita yang tinggi untuk merubah Depkeu. Dia mengajak para Dirjen dan Kepala Badan untuk berpikiran bahwa model reformasi untuk birokrasi adalah seperti ini lho...., seperti Depkeu. Ayo teman – teman semua di Departemen lain ikut berubah.

Sebuah reformasi di Departemen harus di mulai dari pimpinannya. Pimpinan kemudian turun ke eselon – eselon dibawahnya, demikian terus sampai pada para pelaksana. Sudah berulangkali Menneg PAN meminta pimpinan lembaga dan Departemen untuk mereformasi jajaran dibawahnya, tapi mereka selalu tenang – tenang saja tidak bergerak. Sekarang setelah melihat Depkeu bereformasi dengan mengedepankan fungsi dan struktur penggajian yang baru, lebih melihat kinerja ( tidak pinter dan goblok sama saja) maka mereka baru bergerak.

Apa sih yang akan dirubah oleh Depkeu? Banyak para pengamat ekonom yang menanyakan dan meragukannya. Dalam dua hari ini berita Reformasi Depkeu ini terus dibahas. Bahkan kemarin sempat menjadi headline Kompas, dan hari ini muncul pada ulasan ekonomi dan bisnis. Nanti baca sendiri ya......... Saya cuma ingin menyampaikan perubahan yang akan saya alami jika reformasi ini tidak digagalkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat. Pertama pagi – pagi saya sudah harus absen sidik jari, termasuk absen pulangnya juga begitu. Jadi tidak bisa ngrapel absen lagi nih. Terus setiap pekerjaan yang saya lakukan akan diberi Standar Operasi Prosedur. Terus saya harus mematuhi kode etik yang telah dibuat. Bagi pimpinan saya mungkin dia sudah tidak boleh rangkap jabatan lagi sebagai komisaris misalnya. Tapi ya itu konsekuensinya gaji naik, horeee.
Sebuah pendapat dari pakar manajemen Universitas Indonesia, Rhenald Kasali. ”Sebagai terobosan, langkah reformasi di Depkeu penting walaupun tidak cukup. Reformasi di Depkeu harus segera diikuti langkah mengintegrasikannya ke semua Departemen. Tingginya gaji tidak akan menjadi masalah asalkan disertai dengan akuntabilitas instansi terkait.

Read More......