Ketidak adilan dan Kearogansiankah?
Hari ini waktu ku buka – buka blog ku, aku menemukan sebuah komen yang panjang lebar pada artikel Reformasi Depkeu, sayang nggak tertulis dari siapa pengirimnya. Ada satu hal menarik yang ingin saya bahas dari tanggapan teman ini.
Pertama mengenai tulisan yang mencuplik ketidak adilan dari pendapat DPD yang menilai kebijakan Depkeu juga tak sejalan dengan roh yang ada pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian, selain juga diskriminatif terhadap pegawai dari departemen lain. ”Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan, setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Pada ayat (2), “Gaji yang diterima PNS harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan”. Lalu disebutkan pula pada ayat (3), “Gaji pegawai negeri yang adil dan layak harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Nah, apakah yang dimaksud adil disini semua harus sama rata, pinter goblok sama aja? Kita mungkin akan paham bahwa pengertian adil yang lebih luas tidaklah seperti itu. Juga disebutkan dalam UU itu juga ”sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.” Itulah yang di coba akan diterapkan dalam sistem penggajian birokrat kita. Dalam Depkeu sendiri sebagai pilot project, telah dan akan disempurnakan model job grading remunerasinya. Jabatan – jabatan eselon, walaupun dalam tingkat yang sama akan di grade dan dihitung tunjangannya berdasarkan analisis beban kerjanya. Demikian juga hingga level pelaksana, mereka diberi tanggung jawab sendiri, yang diberi nama jabatan dalam pelaksana yang juga bertingkat grade nya berdasarkan analisis beban kerja yang dilakukannya.
Kemudian sorotan mengenai membengkaknya struktur Depkeu, itu lebih sebagai pemfokuskan kerja. Terlebih lagi pembentukan Direktorat – Direktorat baru tidak terus menyerap pegawai – pegawai baru yang banyak. Yang terjadi hanya mengalokasikan pegawai dari unit instansi satu ke yang lainnya. Tentang tidak mengetahuinya kementrian lain, karena mereka memang tidak terlibat, sedangkan untuk Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Yang mengurusi seluruh PNS sudah dilibatkan, dan sudah menyetujuinya.
Sebab, tantangan, dan hambatan untuk melakukan reformasi birokrasi di Departemen Keuangan tentunya lebih berat daripada di departemen lain. Alasannya, hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dibuat Departemen Keuangan. Menyebut empat contoh saja yang strategis, departemen inilah yang mengurus perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan utang, pencairan anggaran Departemen lain, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Walaupun akhirnya hal ini akan menimbulkan arogansi, tapi jangan menyalahkan arogansinya disini, tapi bagaimana membenahi agar tugas yang diamanatkan sesuai UU ini dapat di laksanakan dengan baik tanpa lagi menimbulkan KKN yang telah melekat dari jaman dahulu.
Alasan lain, Departemen Keuangan memiliki kantor vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia yang memberikan pelayanan langsung kepada publik. Jumlah pegawainya cukup besar, sekitar 62 ribu orang.
Jadi, jika reformasi birokrasi berhasil dilakukan di Departemen Keuangan, tidak ada alasan reformasi birokrasi tidak dapat dilakukan dengan sukses di departemen lain.
Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan itu dikerjakan selama 17 bulan. Dalam bahasa Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang dilakukan adalah perubahan fundamental dari Departemen Keuangan yang dulu sangat tertutup menjadi terbuka. Tujuannya, ada dua. Pertama, menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab. Kedua, menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang prima.
Singkatnya, perubahan fundamental, ke dalam membereskan dapur, ke luar menumbuhkan kepercayaan publik.
Sekarang check and balance:
Misalnya, untuk memberikan pelayanan yang prima kepada publik di bidang perpajakan, kini telah dibentuk tiga Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, 28 Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan 171 Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Sedangkan di bidang perbendaharaan, kini sudah siap 17 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara percontohan untuk layanan prima. Yang juga mencolok ialah reformasi yang dilakukan di lingkungan Bea dan Cukai di Tanjung Priok sebagai Kantor Pelayanan Utama.Sekarang juga akan dikembangkan sistem Treasury Single Account untuk meminimalisir rekening - rekening liar yang sangat menjadi sorotan publik.
Namun contoh paling spektakuler adalah dikeluarkannya 6.475 standard operating procedures (SOP), yang mengatur dengan rinci mekanisme pelayanan, lama pelayanan, serta berapa biaya pelayanan. Contohnya, pelayanan penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D) untuk kebutuhan belanja instansi instansi pemerintah, dijanjikan paling lambat satu jam setelah dokumen diterima lengkap. Serta tidak ada biaya.
Contoh lain, pelayanan segera (rush handling) untuk impor, dijanjikan selesai 120 menit setelah dokumen diterima lengkap. Biaya pelayanan Rp100 ribu per transaksi jelas. Contoh lain lagi, untuk mendapatkan NPWP selesai satu hari, dan tidak dipungut biaya.
Dengan terbitnya SOP itu, publik menjadi tahu dengan jelas dan gamblang berapa lama pelayanan diberikan, dan berapa biaya yang diperlukan. Birokrasi yang berbelit-belit dipangkas habis, dan juga sogok menyogok di bawah meja dibersihkan. Dibentuk tim – tim kode etik tiap instansi untuk mengawasi jalannya reformasi ini.
Tapi semua itu hanya omong kosong jika gaji pegawai Departemen Keuangan tidak diperbaiki. Di sinilah Menteri Keuangan harus dipuji, karena reformasi birokrasi yang dilakukannya bersifat menyeluruh dan detail. Reformasi remunerasi juga dilakukan dengan basis kinerja, sehingga kini terdapat 27 grade, dengan rentang tunjangan terendah Rp1.330.000 (grade 27) dan tertinggi Rp46.950.000 (grade 1). Remunerasi yang cukup kompetitif diperlukan untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan. Sorotan yang mau tidak mau telah mengarah ke Depkeu sekarang ini, mau tidak mau ikut menjadi pengawal reformasi birokrasi yang dilakukan Departemen Keuangan.
Pertama mengenai tulisan yang mencuplik ketidak adilan dari pendapat DPD yang menilai kebijakan Depkeu juga tak sejalan dengan roh yang ada pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian, selain juga diskriminatif terhadap pegawai dari departemen lain. ”Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan, setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Pada ayat (2), “Gaji yang diterima PNS harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan”. Lalu disebutkan pula pada ayat (3), “Gaji pegawai negeri yang adil dan layak harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Nah, apakah yang dimaksud adil disini semua harus sama rata, pinter goblok sama aja? Kita mungkin akan paham bahwa pengertian adil yang lebih luas tidaklah seperti itu. Juga disebutkan dalam UU itu juga ”sesuai beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.” Itulah yang di coba akan diterapkan dalam sistem penggajian birokrat kita. Dalam Depkeu sendiri sebagai pilot project, telah dan akan disempurnakan model job grading remunerasinya. Jabatan – jabatan eselon, walaupun dalam tingkat yang sama akan di grade dan dihitung tunjangannya berdasarkan analisis beban kerjanya. Demikian juga hingga level pelaksana, mereka diberi tanggung jawab sendiri, yang diberi nama jabatan dalam pelaksana yang juga bertingkat grade nya berdasarkan analisis beban kerja yang dilakukannya.
Kemudian sorotan mengenai membengkaknya struktur Depkeu, itu lebih sebagai pemfokuskan kerja. Terlebih lagi pembentukan Direktorat – Direktorat baru tidak terus menyerap pegawai – pegawai baru yang banyak. Yang terjadi hanya mengalokasikan pegawai dari unit instansi satu ke yang lainnya. Tentang tidak mengetahuinya kementrian lain, karena mereka memang tidak terlibat, sedangkan untuk Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara Yang mengurusi seluruh PNS sudah dilibatkan, dan sudah menyetujuinya.
Sebab, tantangan, dan hambatan untuk melakukan reformasi birokrasi di Departemen Keuangan tentunya lebih berat daripada di departemen lain. Alasannya, hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dibuat Departemen Keuangan. Menyebut empat contoh saja yang strategis, departemen inilah yang mengurus perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan utang, pencairan anggaran Departemen lain, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Walaupun akhirnya hal ini akan menimbulkan arogansi, tapi jangan menyalahkan arogansinya disini, tapi bagaimana membenahi agar tugas yang diamanatkan sesuai UU ini dapat di laksanakan dengan baik tanpa lagi menimbulkan KKN yang telah melekat dari jaman dahulu.
Alasan lain, Departemen Keuangan memiliki kantor vertikal terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia yang memberikan pelayanan langsung kepada publik. Jumlah pegawainya cukup besar, sekitar 62 ribu orang.
Jadi, jika reformasi birokrasi berhasil dilakukan di Departemen Keuangan, tidak ada alasan reformasi birokrasi tidak dapat dilakukan dengan sukses di departemen lain.
Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan itu dikerjakan selama 17 bulan. Dalam bahasa Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang dilakukan adalah perubahan fundamental dari Departemen Keuangan yang dulu sangat tertutup menjadi terbuka. Tujuannya, ada dua. Pertama, menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional, dan bertanggung jawab. Kedua, menciptakan birokrasi yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang prima.
Singkatnya, perubahan fundamental, ke dalam membereskan dapur, ke luar menumbuhkan kepercayaan publik.
Sekarang check and balance:
Misalnya, untuk memberikan pelayanan yang prima kepada publik di bidang perpajakan, kini telah dibentuk tiga Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, 28 Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan 171 Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Sedangkan di bidang perbendaharaan, kini sudah siap 17 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara percontohan untuk layanan prima. Yang juga mencolok ialah reformasi yang dilakukan di lingkungan Bea dan Cukai di Tanjung Priok sebagai Kantor Pelayanan Utama.Sekarang juga akan dikembangkan sistem Treasury Single Account untuk meminimalisir rekening - rekening liar yang sangat menjadi sorotan publik.
Namun contoh paling spektakuler adalah dikeluarkannya 6.475 standard operating procedures (SOP), yang mengatur dengan rinci mekanisme pelayanan, lama pelayanan, serta berapa biaya pelayanan. Contohnya, pelayanan penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D) untuk kebutuhan belanja instansi instansi pemerintah, dijanjikan paling lambat satu jam setelah dokumen diterima lengkap. Serta tidak ada biaya.
Contoh lain, pelayanan segera (rush handling) untuk impor, dijanjikan selesai 120 menit setelah dokumen diterima lengkap. Biaya pelayanan Rp100 ribu per transaksi jelas. Contoh lain lagi, untuk mendapatkan NPWP selesai satu hari, dan tidak dipungut biaya.
Dengan terbitnya SOP itu, publik menjadi tahu dengan jelas dan gamblang berapa lama pelayanan diberikan, dan berapa biaya yang diperlukan. Birokrasi yang berbelit-belit dipangkas habis, dan juga sogok menyogok di bawah meja dibersihkan. Dibentuk tim – tim kode etik tiap instansi untuk mengawasi jalannya reformasi ini.
Tapi semua itu hanya omong kosong jika gaji pegawai Departemen Keuangan tidak diperbaiki. Di sinilah Menteri Keuangan harus dipuji, karena reformasi birokrasi yang dilakukannya bersifat menyeluruh dan detail. Reformasi remunerasi juga dilakukan dengan basis kinerja, sehingga kini terdapat 27 grade, dengan rentang tunjangan terendah Rp1.330.000 (grade 27) dan tertinggi Rp46.950.000 (grade 1). Remunerasi yang cukup kompetitif diperlukan untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan. Sorotan yang mau tidak mau telah mengarah ke Depkeu sekarang ini, mau tidak mau ikut menjadi pengawal reformasi birokrasi yang dilakukan Departemen Keuangan.
1 comment:
Nokia 808 PureView Review and Spec | A phone with 41Mp Camera?
Post a Comment